Pemenang menulis konten pariwisata pada workshop ekonomi kreatif sub sektor media, pelatihan penulisan konten di Kabupaten Buton, Indrawati Luy. (Foto: Dok.Sultrakini.com)

Gelang Rindu dari Masyarakat Suku Bajo karya Indrawati Luy

Dilihat 215 kali sejak 26 November 2021
Lulo Pedia Indonesia 5.62K subscibers

LULOPEDIA.TV: BUTON – Workshop ekonomi kreatif sub sektor media, penulisan konten dan fotografi pariwisata di Kabupaten Buton berlangsung meriah. Sebab, peserta tidak hanya belajar secara teori menyangkut menulis konten pariwisata, tetapi mereka langsung mempraktikkannya, bahkan karya terbaik diberikan penghargaan. Karya tersebut dibuat oleh Indrawati Luy dengan judul Pesona Tikolo (Gelang Rindu) masyarakat Bajo.

Dinas Pariwisata Provinsi Sulawesi Tenggara bekerja sama dengan Sultrakini.com menggelar Workshop ekonomi kreatif sub sektor media, penulisan konten dan fotografi pariwisata. Dan Kabupaten Buton merupakan lokasi keempat kegiatan tersebut.

“Konten dan fotografi merupakan konteks utama dalam rangka penciptaan brending terhadap pariwisata dan ekonimi kreatif Provinsi Sultra, sehingga dapat mendorong pemasukan pendapatan daerah,” ujar Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Sultra, La Ode Saifuddin melalui Kepala Seksi Pengembangan Industri Pariwisata, Muhammad Syamsul, Jumat (26/11/2021).

Menariknya, usai peserta menerima materi pelatihan penulisan konten dari Andi Sangkarya Amir, peserta langsung menulis konten dengan tema pariwisata dan ekonomi kreatif. Karya terbaik rupanya diraih oleh peserta atas nama Indrawati Luy. Perempuan hijab ini, mengangkat cerita tradisi suku Bajo melalui karyanya Pesona Tikolo (Gelang Rindu) masyarakat Bajo.

Indrawati Luy mengatakan, cerita itu dipilihnya karena tertarik dengan cerita masyarakat Bajo sehingga harus diangkat dan dipublikasikan ke khalayak agar diketahui.

“Sebenarnya saya mengangkat cerita ini karena pernah berkunjung ke sana sehingga merasa tertarik sama apa yang mereka bawa dan saya pikir perlu memperkenalkan cerita ini kepada khalayak umum,” jelasnya, Jumat (26/11/2021).

Berbicara tentang keberagaman masyarakat dan suku-suku di Indonesia, maka kita tidak akan kehabisan referensi. Indonesia berada di garis maritim dengan ribuan pulau yang berjejer rapi dalam barisan nusantara. Keragaman ini mencakup bahasa, kuliner, adat dan budaya, serta berbagai ras dan suku. Sebut saja suku baduy, suku dayak dan lain-lain.

Karena Indonesia yang luas wilayah maritim, maka tidak dipungkiri kita mengenal suku Bajo. Suku Bajo ini telah lama dikenal sebagai orang laut yang andal karena mereka hidup di atas hamparan perairan. Menyelam, berenang, hingga mengayuh sampan adalah aktivitas harian yang akan kita temukan dengan mudah jika kita berkunjung di tempat tinggal suku Bajo.

 

Kepala Seksi Pengembangan Industri Pariwisata, Muhammad Syamsul. (Foto: Dok.Sultrakini.com)

Kepala Seksi Pengembangan Industri Pariwisata, Muhammad Syamsul. (Foto: Dok.Sultrakini.com)

 

Di pulau Buton khususnya, suku Bajo terbagi di beberapa wilayah, di antaranya Bajo Lawele, Bajo Tira, Bajo Kanawa, Bajo matanauwe, Bajo Bahari.

Kebiasaan suku Bajo secara umum selain melaut adalah budaya memakan sirih/pinang. Namun, kali ini saya tidak membahas hal tersebut karena ketika berkunjung di Bajo bahari, saya menemukan kebiasaan lain yang menarik dan itu jarang diketahui orang di luar masyarakat Bajo. ”Tikolo” menurut suku Bajo itu adalah Gelang Rindu.

Tikolo ini akan dipakaikan pada seorang anak yang ditinggal pergi oleh sang ayah ketika melaut atau merantau. Menurut kepercayaan, gelang rindu ini dipasangkan pada kaki atau tangan si bayi sebagai penangkal rindu bagi sang ayah. Bagi si anak agar anak tersebut tidak serta merta mengingat sang ayah.

Tikolo ini terbuat dari kain putih yang telah disyarati secara adat oleh ketua Bajo kemudian di satu sisi kain putih itu membungkus rambut sang ayah. Kemudian dibuat sepeti gelang dan diikatkan pada kaki atau tangan si anak.

Menurut masyarakat Bajo, hal ini mujarab dan menangkal rindu sang ayah kepada sang anak agar sang anak tidak terkena penyakit sindrom sakit rindu kepada sang ayah, tapi juga tetap menjaga hubungan kasih sayang keduanya.

Hal ini menjadi menarik karena sisi lain dari masyarakat Bajo ini kemudian menjadi pesona dan pengetahuan baru bagi kita masyarakat awam untuk memahami kebiasaan dan budaya suatu masyarakat atau suku.

Suku Bajo Bahara/Tolando ini berlokasi kurang lebih 20 kilometer dari Pasarwajo atau 25 menit berkendara dengan motor ataupun mobil. Jangan risau, sepanjang jalan mata kita akan dimanjakan dengan pemandangan indah dari teluk Pulau Buton.

 

Laporan: Harlan

Bara Juga :